1. Pengertian Sengketa
Sengketa biasanya bermula dari suatu
situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan pleh pihak lain. Perasaan tidak puas akan muncul kepermukaan
apabila terjadi conflict of interest. Pihak yang merasa dirugikan akan
menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua, apabila pihak kedua dapat
menanggapi dan memuaskan pihak pertama, selesailah konflik tersebut, sebaliknya
jika reaksi pihak kedua menunjukkan perbedaan pendapat atau memiliki
nilai-nilai yang berbeda, akan terjadilah apa yang dinamakan sengketa.
Penyelesaian sengketa secara formal berkembang menjadi proses adjudikasi yang terdiri atas proses melalui pengadilan/litigasi dan arbitrase/perwasitan, serta proses penyelesaian-penyelesaian konflik secara informal yang berbasis pada kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melalui negosiasi dan mediasi.
2. Cara - cara Penyelesaian Sengketa
1.
MEDIASI
Mediasi adalah intervensi terhadap suatu
sengketa oleh pihak ketiga (mediator) yang dapat diterima, tidak berpihak dan
netral serta membantu para pihak yang berselisih mencapai kesepakatan secara
sukarela terhadap permasalahan yang disengketakan. Menurut Rachmadi Usman,
mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui perundingan
yang melibatkan pihak ketiga (mediator) yang bersikap netral dan tidak berpihak
kepada pihak-pihak yang bersengketa serta diterima kehadirannya oleh
pihak-pihak yang bersengketa.
Mediator bertindak sebagai fasilitator.
Hal ini menunjukkan bahwa tugas mediator hanya membantu para pihak yang
bersengketa dalam menyelesaikan masalah dan tidak mempunyai kewenangan untuk
mengambil keputusan. Mediator berkedudukan membantu para pihak agar dapat
mencapai kesepakatan yang hanya dapat diputuskan oleh para pihak yang
bersengketa. Mediator tidak memiliki kewenangan untuk memaksa, tetapi berkewajiban
untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa. Mediator harus mampu
menciptakan kondisi yang kondusif yang dapat menjamin terciptanya kompromi
diantara pihak-pihak yang bersengketa untuk memperoleh hasil yang saling
menguntungkan.
2. ARBITRASE
Abritase adalah penyelesaian masalah atau sengketa perdata di luar
peradilan hukum. Sesuai yang tertuang pada pasal 1 ayat 1
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa di luar peradilan
umum yang berdasarkan pada perjanjian arbitrase secara tertulis oleh para para
pihak yang bersengketa.
3.
Perbandingan antara Perundingan,
Arbitrase dan Litigasi
Proses |
Perundingan |
Arbitrase |
Litigasi |
Yang mengatur |
Para pihak |
Arbiter |
Hakim |
Prosedur |
Informal |
Agak formal sesuai dengan rule |
Sangat formal dan teknis |
Jangka waktu |
Segera ( 3-6 minggu ) |
Agak cepat ( 3-6 bulan ) |
Lama ( > 2 tahun ) |
Biaya |
Murah ( low cost ) |
Terkadang sangat mahal |
Sangat mahal |
Aturan pembuktian |
Tidak perlu |
Agak informal |
Sangat formal dan teknis |
Publikasi |
Konfidensial |
Konfidensial |
Terbuka untuk umum |
Hubungan para pihak |
Kooperatif |
Antagonistis |
Antagonistis |
Fokus penyelesaian |
For
the future |
Masa lalu |
Masa lalu |
Metode negosiasi |
Kompromis |
Sama keras pada prinsip hukum |
Sama keras pada prinsip hukum |
Komunikasi |
Memperbaiki yang sudah lalu |
Jalan buntu |
Jalan buntu |
Result |
win-win |
Win-lose |
Win-lose |
Pemenuhan |
Sukarela |
Selalu ditolak dan mengajukan oposisi |
Ditolak dan mencari dalih |
Suasana emosinal |
Bebas emosi |
Emosional |
Emosi bergejolak |
Contoh Kasus Sengketa Ekonomi
PT Sara Lee Indonesia
Perusahaan besar
yang bergerak di consumer product, diguncang masalah dengan karyawanya. Sekitar
200 buruh bagian pabrik roti yang tergabung dalam Gabungan Serikat Pekerja PT
Sara Lee Indonesia, menggelar aksi mogok kerja di halaman pabrik, Jalan Raya
Bogor Km 27 Jakarta Timur, Rabu (19/11/10). Aksi mogok kerja ini, ternyata
tidak hanya di Jakarta namun serentak di seluruh distributor Sara Lee
se-Indonesia. Bahkan, buruh yang ada di daerah mengirim ‘utusan’ ke Jakarta
untuk memperkuat tuntutannya. Utusan itu bukan orang, namun berupa spanduk dari
Sara Lee yang dikirim dari beberapa daerah. Dalam aksinya di depan pabrik, para
buruh yang mayoritas perempuan ini membentangkan spanduk berisikan tuntutan kesejahteraan
kepada manajemen perusahaan yang berbasis di Chicago Sara Lee Corporation dan
beroperasi di 58 negara, pasar merek produk di hampir 200 negara serta memiliki
137.000 karyawan di seluruh dunia. Dengan mengenakan kaos putih dan ikat merah
di kepalanya. Buruh merentangkan belasan spanduk, di antaranya bertuliskan:
“Kami bukan sapi perahan, usir kapitalis”, “Rp 16 triliun, Bagian kami mana?”,
“Jangan lupa karyawan bagian dari aset perusahaan juga.” “Kami Minta 7 Paket”,
“Perusahaan Sara Lee Besar Kok Ngasih Kesejahteraan Kecil” juga tuntutan lain
tentang kesejahteraan dan gaji yang rendah. Spanduk juga terpasang di pagar
pabrik Sara Lee, juga ada sehelai kain berisi tanda tangan para pekerja dan 12
poster yang mewakili suara masing-masing tim dari berbagai daerah, seperti
Jakarta, Banyuwangi, Medan, Makassar, Denpasar, Jember, Surabaya, Madiun,
Kediri, Gorontalo, Samarinda, Lombok dan Aceh. Poster dari Surabaya GT tertera
beberapa kalimat yang berbunyi: “Kami tidak akan berhenti mogok, sebelum kalian
penuhi tuntutan buruh, penjahat aja tahu balas budi, kalian?” Juga poster dari
Tim Banyuwangi menyuarakan: “Kedatangan kami bukan untuk berdebat, kami datang
untuk meminta hak kami, jangan bersembunyi di belakang UU, dan jangan ambil
jatah kami, ayo bicaralah untuk Indonesia.” “Kami terpaksa mogok karena jalan
berunding sudah buntu dari pertemuan tripartit antara manajemen perusahaan
dengan serikat pekerja. Banyak tuntutan yang kami ajukan mulai kesejahteraan,
peningkatan jumlah pesangon dan kompensasi dari manajemen,” ungkap seorang
buruh wanita yang enggan disebut namanya. Buruh takut menyebut nama, sebab
manajemen perusahaan akan terus melakukan intimidasi yang menyakitkan. “Ini
aksi dalam jumlah yang kecil, dan menggerakan lebih besar dan sering melancarkan
aksi, jika tuntutan kami tak dikabulkan,” sambungnya. Perwakilan manajemen
sempat mengimbau peserta aksi mogok untuk kembali bekerja melalui pengeras
suara, namun ditolak oleh pekerja. Hingga kini aksi buruh terus bertambah sebab
karyawan dari distributor Jakarta, Bogor, Tanggeran, Depok dan Bekasi satu
persatu memperkuat aksinya itu. Buruh lainnya mengatakan kasus ini bermula dari
penjualan saham Sara Lee dijual kepada perusahaan besar. Ternyata, perusahaan
baru itu Setelah enggan menerima karyawan lain, sehingga nasib karyawan menjadi
terkatung-katung. Bahkan, memutus hubungan kerja seenaknya saja. Buruh pun
aktif demo. Sara Lee merasa malu dengan aksi yang mencoreng perusahaan raksasa
inim sehingga siap melakukan perundingan tripartit. Sayangnya, hingga kini
belum ada kesepakatan karena manajemen perusahaan memberikan nilai pesangon
yang sangat rendah, tak sesuai pengabdian karyawan.
Kesimpulan : Menurut saya, Manajemen PT.
Saralee harus berunding terlebih dahulu dengan para buruh agar menemui suatu titik
kesepakatan. Jika PT. Saralee tidak memperoleh laba yang ia targetkan,
seharusnya ia dapat mengambil kebijaksanaan yang tidak membuat salah satu pihak
rugi akan hal ini. Perundingan secara kekeluargaan adalah satu-satunya solusi
yang dapat meredam demo. Jika demo terus terjadi, pihak Saralee malah akan
mengalami kerugian yang lebih besar lagi, karena jika kegiatan operasional
tidak berjalan seperti biasa, laba pun tidak akan didapatkan oleh PT.Saralee
Referensi :
http://widi.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.20
https://www.dslalawfirm.com/id/pengertian-arbitrase/
https://fikaamalia.wordpress.com/2011/04/15/perbandingan-antara-perundingan-arbitrase-dan-litigasi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar